TNI
pada zaman pak Harto memang sampai ketingkat kecamatan. Kadernya dulu bahkan
sampai ketingkat RT. TNI pun masuk ke dalam parlemen. Ikut mengatur hajar
masyarakat sipil. Bahkan di sidang-sidang, kalau sudah berlarut-larut, biasa
dari fraksi militer akan memberikan secarik kertas kepada anggota dewan dari
sipil, dan akhirnya, suara pun jadi bulat.
TNI
bahkan ikut dalam penertiban kaum outlaw. Petrus namanya dulu. Penembak
musterius. Operasi yang dikoordinasikan dengan Kepolisian ini digunakan untuk
menghabisi para penjahat yang meresahkan masyarakat.
Selain
itu, TNI pun ikut serta dalam mengamankan aksi-aksi demonstrasi yang diinisiasi
oleh kaum intelektual. Aksi-aksi yang lahir atas ketimpangan sosial ekonomi dan
kediktatoran pak Harto waktu itu. Siapa yang tak ingat peristiwa Malari? TNI
juga bertindak untuk memadamkannya.
TNI
pasca reformasi dipaksa untuk merubah wajah dan paradigmanya. Secara mendasar,
hak berpolitik TNI dicabut. Tak ada lagi kursi TNI di legislatif. Anggota TNI
yang ingin jadi Presiden, Gubernur, dan Bupati harus non aktif terlebih dahulu.
TNI kembali ke barak. Itu gaungnya. Urusan ketertiban sudah diserahkan
bulat-bulat kepada kepolisian, kecuali urusan ketahanan negara terhadap
serangan asing.
TNI
dengan sejarah yang sangat panjang, seperti saya tuturkan diatas sangat rentan
atas pemamfaatan oleh oknum-oknum tertentu, yang memiliki akses langsung. TNI
dengan hasratnya yang ingin tetap terlibat aktif terlibat dalam kehidupan
masyarakat sipil tentu sedang diuji dengan bisikan maut berisi godaan logistik
tentunya.
18
tahun sudah pasca reformasi, usia reformasi yang sangat remaja ini, masih
tercium keterlibatan TNI dalam penggusuran yang dilakukan oleh kaum pemerintah
daerah. Bisa kita lihat di penggusuran di beberapa tempat, masih ada aroma TNI
di sana, ada saja seragam loreng ikut serta.
Saya
sendiri agak gerah dengan keberadaan TNI di lapangan ketika melakukan eksekusi
penggusuran. Sudah keluar dari tupoksinya. TNI malah terlihat seperti preman
orang bermodal. Cukuplah Kepolisian dan Satpol PP saja yang terlibat. Karena
ini sudah diluar semangat reformasi militer.
Memang
secara psikologis, seragam loreng itu sangat ditakuti oleh masyarakat. Tapi
bukan itu fungsinya, bukan untuk mengintimidasi rakyat.
No comments:
Post a Comment