Sunday, April 10, 2016

TNI dan Penggusuran

TNI pada zaman pak Harto memang sampai ketingkat kecamatan. Kadernya dulu bahkan sampai ketingkat RT. TNI pun masuk ke dalam parlemen. Ikut mengatur hajar masyarakat sipil. Bahkan di sidang-sidang, kalau sudah berlarut-larut, biasa dari fraksi militer akan memberikan secarik kertas kepada anggota dewan dari sipil, dan akhirnya, suara pun jadi bulat.


TNI bahkan ikut dalam penertiban kaum outlaw. Petrus namanya dulu. Penembak musterius. Operasi yang dikoordinasikan dengan Kepolisian ini digunakan untuk menghabisi para penjahat yang meresahkan masyarakat.

Selain itu, TNI pun ikut serta dalam mengamankan aksi-aksi demonstrasi yang diinisiasi oleh kaum intelektual. Aksi-aksi yang lahir atas ketimpangan sosial ekonomi dan kediktatoran pak Harto waktu itu. Siapa yang tak ingat peristiwa Malari? TNI juga bertindak untuk memadamkannya.

TNI pasca reformasi dipaksa untuk merubah wajah dan paradigmanya. Secara mendasar, hak berpolitik TNI dicabut. Tak ada lagi kursi TNI di legislatif. Anggota TNI yang ingin jadi Presiden, Gubernur, dan Bupati harus non aktif terlebih dahulu. TNI kembali ke barak. Itu gaungnya. Urusan ketertiban sudah diserahkan bulat-bulat kepada kepolisian, kecuali urusan ketahanan negara terhadap serangan asing.

TNI dengan sejarah yang sangat panjang, seperti saya tuturkan diatas sangat rentan atas pemamfaatan oleh oknum-oknum tertentu, yang memiliki akses langsung. TNI dengan hasratnya yang ingin tetap terlibat aktif terlibat dalam kehidupan masyarakat sipil tentu sedang diuji dengan bisikan maut berisi godaan logistik tentunya.

18 tahun sudah pasca reformasi, usia reformasi yang sangat remaja ini, masih tercium keterlibatan TNI dalam penggusuran yang dilakukan oleh kaum pemerintah daerah. Bisa kita lihat di penggusuran di beberapa tempat, masih ada aroma TNI di sana, ada saja seragam loreng ikut serta.

Saya sendiri agak gerah dengan keberadaan TNI di lapangan ketika melakukan eksekusi penggusuran. Sudah keluar dari tupoksinya. TNI malah terlihat seperti preman orang bermodal. Cukuplah Kepolisian dan Satpol PP saja yang terlibat. Karena ini sudah diluar semangat reformasi militer.

Memang secara psikologis, seragam loreng itu sangat ditakuti oleh masyarakat. Tapi bukan itu fungsinya, bukan untuk mengintimidasi rakyat.

No comments:

Post a Comment