Sumber: suarapapua.com |
Sejarah mencatat, setiap perjuangan melawan kedzaliman dan
kelaliman pemerintah, media massa adalah instrument independen yang
memberitakan setiap detil dari kabar dan berita agar rakyat sadar dan api
perjuangan tetap menyala. 1928, 1945, 1966, 1980, 1998 adalah angka yang
menunjukkan betapa perjuangan media massa menghasilkan kebaikan untuk rakyat
banyak. Independensi dan loyalitas media massa begitu kuat dan mengakar membela
kepentingan rakyat, sekalipun harus diobrak-abrik kantor redaksi, sekalipun harus
diculik wartawan dan redakturnya. Penggiat media massa adalah pahlawan kala
itu. Menjadi corong terdepan dalam menyuarakan kebenaran.
Waktu bergulir, zaman terus berubah, kebutuhan terus
bertambah dan hasrat mungkin sudah mulai susah dibendung. Kehidupan memang
terus berputar, godaan materi tentu makin dahsyat. Siapa yang tak ingin kaya?
Siapa yang tak mau memiliki harta berlimpah? Logika ini tentu sudah merasuki
semua profesi. Hampir semua orang tak mau hanya menjadi “kudo palajang bukik”. Profesi
jurnalistik tak lepas dari godaan serupa. Pelan-pelan streotip “kuli tinta
hitam” mulai dihilangkan. Memang kehidupan menjadi penggiat media massa tak
selalu dapat kesejahteraan. Sekarang sudah banyak jalan pintas yang bisa
digunakan untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Mulai dari menjadi broker
kasus, menodong pelaku criminal untuk bisa diambil mamfaat logistic oleh
mereka, sampai menjadi bagian dari timses calon kepala daerah bahkan calon
presiden bisa dilakukan untuk mendapatkan kesejahteraan itu.
Sumber: okezone.com |
Hari ini, kebohongan demi kebohongan yang dilakukan oleh
rezim makin menjadi-jadi. Harga BBM dinaikkan, sembako mulai melangit harganya.
Kepastian hukum makin tak jelas di negeri ini. Hukum tajam ke bawah, namun
tumpul ke atas. Hingga akhirnya, mahasiswa, partner perjuangan para penggiat
media massa turun ke jalan. Namun sayangnya, seakan-akan adanya kongkalikong antara
penggiat media massa dengan rezim untuk tidak memberitakan setiap aksi
demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa tersebut. Ada apa ini? Pilar
demokrasi ke – 4 sudah mulai berkhianat terhadap rakyat?
Pertanyaannya, apakah demi kesejahteraan yang secuil itu,
para penggiat media massa menjual idealismenya? Sudah tak lagi mau berkoalisi
dengan mahasiswa dan rakyat kecil? Media massa akan menjadi kunci penting dari
kehancuran bangsa ini jika kondisi seperti ini dibiarkan berlarut-larut.
Kita berharap para penggiat media massa melakukan tobat
nasuha. Minta ampun dan kembali ke jalan yang benar. Bangkit bersama rakyat dan
mahasiswa untuk menyuarakan kembali kebenaran, mengungkap setiap kebohongan
demi kebohongan yang dilakukan oleh rezim yang sarat akan pencitraan ini.
Sumber: medialink.or.id |
Tulisan ini diperuntukkan kepada penggiat media massa yang
tertutup hati nuraninya, bukan kepada yang tetap berpeluh-peluh di jalanan
mencatat berita untuk diterbitkan.
No comments:
Post a Comment