Reklamasi merupakan salah satu langkah untuk mengembangkan kota Jakarta, sebagai sebuah ibukota, tentu laju perkembangannya relatif sangat cepat, reklamasi adalah jalan keluarnya. Namun, reklamasi justru bertolak belakang dengan rencana bapak Presiden untuk memindahkan ibu kota ke Kalimantan.
Reklamasi
ini sebenarnya langkah bagi para pengembang untuk mengakali besarnya harga
tanah di daratan. Nilai tanah hasil reklamasi jauh lebih murah ketimbang nilai
tanah di daratan. Setelah proyek reklamasi terlaksana, maka dilanjutkan dengan
pembangunan properti mulai dari apartemen mewah sampai ke perumahan mewah. Nah
di sanalah uangnya. Proyek reklamasi adalah seni teknik sipil tingkat tinggi,
sangat menggiurkan. Ribuan Triliun bisa ditangguk.
Namun
ekses dari reklamasi sebenarnya mudah untuk dikaji, pertama, merusak ekosistem
pesisir pantai, yang mana ada puluhan ribu orang yang langsung menggantungkan
hidup kepadanya, yaitu berprofesi sebagai nelayan, kemudian jutaan orang bergantung
kepada tangkapan ikan oleh nelayan tersebut, bisa krisis ikan nanti Jakarta.
Ikan segar akan susah ditemui, karena mereka harus melaut lebih jauh lagi dari
garis pantai. Sehingga untuk mempertahankan kesegaran ikan mereka perlu
menambahkan formalin, yang mana formalin ini adalah zat yang bisa menyebabkan
potensi kanker bagi yang sering mengkonsumsinya. Sudahlah krisis protein hewani
dari ikan, ditambah lagi potensi penyakit yang mengintai.
Kemudian,
banjir pun akan lebih sering datang, karena reklamasi akan mempercepat
terjadinya pendangkalan disebabkan oleh pengendapan pasir yang terhambat di
pintu muara. Bayangkan saja, ada 13 sungai yang bermuara di Jakarta Utara.
Secara perlahan, sepanjang aliran sungai akan terjadi pendangkalan sehingga
menyebabkan debit air tak tertampung lagi oleh penampang sungai yang sudah
dangkal tersebut kemudian potensi banjir akan semakin besar. Hal ini diperparah
dengan penurunan permukaan tanah yang yang
disebabkan oleh turunnya muka air tanah di Jakarta.
Reklamasi
jelas kebijakan yang tidak mendapatkan respon positif dari sebagian besar warga
Jakarta, ini salah hal kecil yang menyebabkan Bapak Basuki Tjahaya Purnama
kalah di pilgub baru-baru ini. Simpati kepada kaum nelayan yang terdzalimi oleh
reklamasi mengundang bala untuk elektabilitas sang petahana.
Tentu
para pengembang ini tak habis pikir dengan tersingkirnya operator lapangan
mereka di Jakarta. Mereka masih punya operator lapangan di level pemerintah
pusat. Meskipun, Ibu Menteri Susi sudah sejak lama secara tegas menolak
reklamasi, justru Bapak Menteri Luhut Panjaitan ngotot melanjutkan reklamasi.
Maka
dicarilah alasan, kalau ini reklamasi sudah ada perencanaannya sejak. zaman
Soeharto. Padahal perencanaan yang negatif, tidak perlu dilanjutkan. Buat apa?
Jelas mudharatnya kok, seperti yang telah dituturkan diatas. Potensi fee
keuntungan untuk segolonganlah yang besar. Mungkin ini yang sedang dikejar.
Motif ini makin mengemuka, karena kengototan para elit penguasa di sekitar
presiden yang semakin ngeri untuk dilihat.
Padahal
sudah jelas PTUN memenangkan tuntutan rakyat untuk menghentikan reklamasi pada
pulau I, J dan K. Pemerintah Provinsi Jakarta wajib mencabut izin reklamasi
yang dikantongi oleh PT. Pembangunan Jaya Ancol. Ini adalah sebuah progress
yang positif, namun kembali disebut, kengototan elit untuk mempertahan dan
melanjutkan reklamasi ini sangat luar biasa.
Bapak
Presiden perlu berhati-hati untuk memainkan kartu ini, kenapa? Karena pilpres
sebentar lagi menjelang, 2018 adalah masa masa inkubasinya. Sekalipun untuk
skala nasional, reklamasi ini ibaratnya kerikil. Namun ingatlah tuan Presiden,
kata orang bijak, bukan gunung yang menyebabkan orang terjatuh, tapi kerikillah
yang membuat orang terjerembab.
Jika
Bapak Presiden mampu segagah Bapak Sandiaga Uno di debat terakhir pilgub
kemaren dalam menolak reklamasi, percayalah, rakyat pasti bersama anda. Semua
mungkin akan lupa dengan BBM, Gas dan TDL yang tuan Presiden naikkan kemaren.
Keledai
pun tak jatuh ke lubang yang sama Bapak Presiden. Dan reklamasi itu adalah
lubang yang menjatuhkan jagoan tim Bapak Presiden di pilgub Jakarta. Hati-hati
Bapak Presiden.
No comments:
Post a Comment