Menulislah, apa yang ada di benak, apa yang terlihat, apa yang didengar, apa yang dirasakan, apa yang dibaui, apa yang disentuh. Sesungguhnya, menulis adalah langkah untuk membuka cakrawala pikiran yang lebih luas. Cara sederhana untuk melatih konsentrasi. Cara mudah untuk memaksa otak berolahraga. Koordinasi antara otak, jari dan perasaan. Lebih kompleks lagi jika ini adalah koordinasi antara, otak, jari, perasaan, mata, hidung, telinga dan kulit. Membuat menulis lebih melelahkan daripada sekedar berlari 5 km. Lebih menguras tenaga ketimbang bermain sepakbola 2x90 menit. Menulis memang membutuhkan konsentrasi. Namun, tulisan tidak harus menyenangkan semua orang. Seperti layaknya seorang pemimpin, tidak semuanya bakal senang dengan keputusannya.
Menulis
ibarat mengasah golok untuk pergi ke ladang. Ibarat memeriksa sepatu bola
sebelum bertanding. Ia seperti proses sederhana yang akan memadupadankan antara
golok dengan batu asahan. Layaknya, jari dan kertas. Jari yang menghabisi
kertas dengan berates-ratus liter tinta. Mencoret setiap kesucian dari kertas.
Namun, seperti layaknya suami istri, dari sana lahirlah seorang anak. Ya, anak.
Tulisan adalah anak kandung dari pertarungan segit antara pena dengan kertas.
Jari dengan mesin tik.
Menulis
memaksa kita keluar dari kebodohan. Memaksa kita untuk melengkapi bahan dengan
membaca lebih banyak. Membuka setiap referensi. Melihat kembali rangkaian
peristiwa. Tanpa meninggalkan titik koma. Setiap detik peristiwa adalah emas
permata baginya. Makin banyak jurnal, artikel, opini, pendapat, sintesa,
antitesa yang dibaca. Kiri kanan, depan belakang, atas bawah, harus khatam
semuanya dalam belitan ruang pikir. Bebas berlarian dalam imajinasi, tanpa
takut ada border, atau halang rintang.
Menulis
adalah upaya memelihara api perjuangan. Mendokumentasi kobaran semangat.
Menyentuh semua relung hati yang paling dalam. Ia menghidupkan pola pikir yang
sehat, seimbang antara objektifitas dan subjektifitas. Ia adalah titik nol,
antara dua angka positif dan negative. Titik keseimbangan. Membuka dengan
kearifan dan keramahtamahan akal yang dijejali perasaan tak sanggup untuk
menjejalkannya kedalam bentuk yang lebih nyata.
Menulis
adalah upaya sederhana untuk menghadapi pribadi otoriter. Dengan tulisan argumen,
kekacauan bisa berhenti sejenak atau selamanya. Pribadi fasis berubah menjadi
humanis. Kafir menjadi beriman. Itulah tulisan. Merubah arah bandul perjuangan,
begitu mudah baginya, asal jelas dan masuk di akal.
Seperti
kata Sayyid Quthb, satu butir peluru hanya bisa menembus satu kepala, namun
satu tulisan dapat merubah ribuan bahkan jutaan orang. Maka jangan malu untuk menuliskan,
satu hal saja. Hal-hal yang sederhana. Paksa tangan untuk menari diatas kertas,
atau breakdance jari di atas tombol computer. Tak ada yang sulit, asal ada keinginan.
Tulisan
yang tajam, adalah hasil objektifikasi fakta dan idealita. Tanpa mengabaikan
semangat moral. Dia seperti SS buatan pindad, yang sanggup membunuh lawan
dengan sekejab, tanpa perlawanan.
Coba
paksa jari-jari mu yang malas untuk bergerak lincah, menulis dengan tinta atau
di laptop atau di smartphone mu. Sekalipun, tulisanmu hanya layak dibaca oleh
anak TK, hal tersebut adalah progress positif. Karena bayi pun, butuh
berkilo-kilo meter merangkak baru bisa berjalan dengan baik. Begitu pun
tulisan, niatnya jangan hanya untuk mendapatkan penghargaan dari setiap huruf
yang kita tuliskan, tapi jadikanlah hobi, seperti halnya hobi bermain bola atau
bermain game PES. Tak perlu berpikir tulisanmu akan ditayangkan oleh redaktur
dari Koran, majalah atau media online. Yang penting itu kamu puas, karena
cakrawalamu makin luas dalam melihat persoalan.
Menulis
adalah perjuangan hati memenangkan pikiran, atau sebaliknya, namun hasil nya
sama-sama bermamfaat untuk diri penulis. Memuaskan diri dari penulis.
Maka
menulislah, mulailah buka buku, atau hidupkan PC atau lantopmu. Gerakkan dengan
licah jari-jarimu menguasai pena atau tombol. Tak perlu bimbang. Menulislah
seperti halnya air yang mengalir di sungai, tanpa beban, terus menuju muara,
tanpa takut terhambat perjalanannya. Karena, seperti layaknya air, yang
berusaha mengalir ketempat yang rendah, apapun penghalang akan dilewatinya.
Perlahan pribadi intelektual mulai terbangun.
Perjuangan
tetap terpelihara semangatnya. Meskipun peluh berganti silih berganti. Namun
tulisan, dia akan menggantikan siapa saja ummat manusia. Nilainya abadi. Maka
sekali lagi, mari menulis. Sekalipun hanya status facebook yang hanya 100-200
kata, atau twitter yang hanya 140 huruf. Menulislah, meskipun tinggi pangkatmu
kelak. Karena menulis adalah proses untuk terus tawadhu.
No comments:
Post a Comment