Bandung dan Surabaya membara, Jakarta bergeliat, Semarang bergerak,
Padang melawan, Medan berteriak, Jambi mengutuk, Malang bergejolak, Solo merajuk. Daerah tersebut bersama dengan daerah lainnya
telah diwarnai oleh aksi demonstrasi mahasiswa dari pelbagai kampus untuk
mengkritisi kebijakan terhadap Presiden Joko Widodo. Mulai dari yang santun
sampai yang terus terang meminta Presiden Joko Widodo. Kondisi Negara dalam
kondisi darurat begitulah dalam kacamata mahasiswa. Rupiah anjlok, kepastian hukum
yang tak jelas, harga Sembako yang mulai naik dan tak stabil dan beberapa
parameter lainnya membuat mahasiswa berusaha menegakkan mahkamah jalanan untuk
Presiden Joko Widodo.
Namun, aksi itu seperti bisu. Tak terdengar oleh kita berita
di media massa konvensional, seperti Televisi. Benar adanya pembrendelan media
(http://yodivalno.blogspot.com/2015/03/media-massa-penjaga-demokrasi-pemerintah.html)
. Tak ada satupun media yang konsen memberitakan aksi-aksi mahasiswa seperti
halnya waktu BBM naik November tahun lalu.
Lalu apa solusinya? Pertama, Aksi demonstrasi yang
konstinyu. Terus menerus dan tidak “panas-panas tahi ayam”. Luruskan kembali
niat untuk memperbaiki negara ini, mengingatkan penguasa yang khilaf. Aksi ini
akan memakan waktu yang lama, sampai pemerintah bersikap membela kepentingan
rakyat.
Kedua, Memperbanyak jumlah peserta aksi. Rasionalisasi di
kampus melalui diskusi-diskusi, kajian-kajian, mimbar bebas dan seminar harus
terus dilakukan, supaya mahasiswa yang tak sadar sedang di jajah nalarnya
bangkit dari tidur panjang.
Terakhir, kuasai stasiun TV dan Radio. Melihat ketidak
berpihakannya media terhadap kondisi rakyat saat ini, jelas telah mengkhianati
fungsi mereka untuk menjadi pilar keempat demokrasi pada saat ini, mereka perlu
dievaluasi, jangan terlalu sering menjadi “pelacur”. Media massa konvensional
harus segera disadarkan.
Selamat berjuang mahasiswa, Rakyat bersamamu!!! Merdeka!!!
No comments:
Post a Comment