Pembrendelan sebuah media oleh pemerintah pada zaman sekarang tidak selalu dengan menyerang dan mengobrak-abrik kantor redaksinya. Bentuk pembrendelan ada yang lebih halus, yaitu memberikan media dana bantuan untuk kesejahteraan pemilik dan pengawai media (redaktur, wartawan, kameramen, juru ketik dan lainnya).
Dalam catatan saya, terakhir, pemred dikumpulkan sebelum kenaikan harga BBM di kantor kementerian ESDM. Setelah itu, tak ada satupun aksi mahasiswa terkait kenaikan harga BBM yang diliput, kalaupun ada, palingan berbicara bentrok mahasiswa dengan aparat atau bentrok mahasiswa dengan "masyarakat".
Sekarang pun hampir di tiap daerah ada aksi menuntut perbaikan dari Presiden, tapi sayang, hampir tak masuk media satu pun jua, kalau pun ada, paling dapat porsi cuma 20-30 detik berita. Tak seperti aksi hak angket terkait skamdal bank Century di medio 2009, media begitu lugas menayangkan secara langsung aksi demo mahasiswa. Bahkan kala itu, sebelum masuk ke arena aksi, kita baca situasi dulu melalui siaran langsung dari TV.
Mungkin media membutuhkan angle yang lebih mantap dan tentunya tergantung bosnya membaca arah uang mengalir.
Pemerintah yang berkuasa menyadari betul dahsyatnya pengaruh media massa. Maka senjata yang cukup efisien berkomunikasi untuk membenarkan yang salah adalah TV dan karibnya.
Dulu intelijen negara untuk mengalihkan isue perlu menggunakan "relawan" untuk membuat bom dan teror bentuk lainnya. Sekarang karena terasa terlampau mahal harganya. Belum lagi nyawa yang melayang, lebih baik mengunci mulut media massa untuk diam, bos-bos media tinggal dikasih secuil kesejahteraan dan masa depan yang indah.
Sehingga jika kita berharap media massa menjadi pengawal yang seimbang terhadap kebijakan pemerintah yang kontra produktif, serasa naif. Bukanya mengawal demokrasi, tapi jadi jongosnya pemerintah, jadi "pelacur" yang sebenarnya.
Lihatlah saat ini, kemana sorotan media terkait hukuman mati warga Australia yang jadi kapalo arak gembong narkoba? ISIS, ya ISIS. ISIS sedang jadi isu yang seksi dan menarik dinikmati.
Lubuak Buayo, 1:04 WIB, 19 Maret 2015
No comments:
Post a Comment