Indonesia darurat narkoba. 5,8 juta jiwa penduduk Indonesia
adalah pengguna narkoba ( http://www.merdeka.com/peristiwa/pengguna-narkoba-di-indonesia-pada-2015-capai-58-juta-jiwa.html
). Menurut Presiden Ir. Joko Widodo, setiap hari 50 orang meninggal dunia
akibat narkoba ( http://indonesia.ucanews.com/2015/02/05/presiden-jokowi-setiap-hari-50-orang-mati-karena-narkoba/
). Korban dari narkoba berasal dari berbagai kalangan masyarakat, pegawai
pemerintahan, pejabat, artis, anak sekolahan, mahasiswa hingga penganggura. Narkoba
terbukti menghancurkan sendi-sendi kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Narkoba
adalah musuh besar negara ini, begitulah deklarasi dari Presiden kita.
Presiden kita bertindak cepat, 6 terpidana mati langsung
dieksekusi pada tanggal 18 Januari 2015. Ke-enam terpidana tersebut adalah Marco
Archer Cardoso Moreira (WN Brazil), Namaona Denis (WN Malawi), Daniel Enemuo
alias Diarrassouba Mamadou (WN Nigeria), Ang Kiem Soei alias Kim Ho alias Ance
Tahir alias Tommi Wijaya (WN Belanda), Tran Thi Bich Hanh (WN Vietnam) dan Rani
Andriani alias Melisa Aprilia (WNI). Sedangkan 58 orang terpidana mati lainnya
sedang menunggu daftar tunggu eksekusi (http://www.jawapos.com/baca/artikel/11646/58-Terpidana-Mati-Tunggu-Giliran-Dieksekusi).
Perjuangan yang dilakukan oleh Presiden kita beserta jajaran
pemerintahannya harus kita acungi jempol. Sekalipun mendapatkan protes keras
dari negara asal para terpidana mati tersebut ( http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2015/01/150118_brasil
dan http://www.tempo.co/read/news/2015/01/18/063635681/Kutuk-Eksekusi-Belanda-Tarik-Dubes-dari-Jakarta
). Eksekusi tetap berjalan sesuai dengan rencana.
Selepas pengeksekusian mati terhadap 6 terpidana tersebut,
pemerintah Presiden Ir. Joko Widodo hendak melakukan eksekusi mati jilid II. Berikut
nama terpidana mati kasus narkoba, Andrew Chan (WN Australia), Mary Jane Fiesta
Veloso (WN Filipina), Myuran Sukumaran alias Mark (WN Australia), Serge Areski
Atlaoui (WN Prancis), Martin Anderson alias Belo (WN Ghana), Zainal Abidin (WNI),
Raheem Agbaje Salami (WN Cordova), Rodrigo Gularte (WN Brazil).
Kali ini, eksekusi tidak berjalan mulus karena Australia
meradang warga negaranya masuk ke dalam daftar eksekusi tersebut. Tony Abbot,
PM Australia beberapa kali melakukan jumpa pers terkait hal ini, hingga sang PM
meminta Indonesia tidak mengeksekusi karena Australia banyak membantu Indonesia
ketika Indonesia mendapatkan musibah Tsunami di Aceh, hal ini pun membuat
rakyat Indonesia meradang, sehingga diberbagai daerah terjadi aksi pengumpulan
koin untuk Abbot / Australia. Kemudian Australia melakukan tawaran dengan
menukarkan tawanan ( www.republika.co.id/berita/internasional/global/15/03/05/nkq9gd-australia-tawarkan-tukar-tahanan
), Pemerintah Ir. Joko Widodo tetap tak bergeming, eksekusi tetap akan
dijalankan, dan Australia harus menghormati hukum yang ada di Indonesia.
Kemudian ancaman untuk memboikot parawisata Indonesia.
Hingga akhirnya Australia mengancam akan membocorkan sadapan
telepon Ir. Joko Widodo yang terkait kecurangan selama Pemilu 2014 berlangsung. Ternyata ancaman ini cukup berjalan efektif, eksekusi mati jadi
molor dan hingga saat ini, belum dilakukan eksekusi. Banyak pengamat
mengatakan, Ir. Joko Widodo tak usah mengindahkan ancaman Australia tersebut ( http://www.aktual.co/politik/pengamat-jangan-takut-sadapan-australia-jokowi-harus-eksekusi-duo-bali-nine).
Namun apa mau di kata akhirnya, Presiden kita ini meminta Jaksa Agung untuk
memperhatikan permintaan Australia tersebut ( http://nasional.kompas.com/read/2015/03/04/20593891/Soal.Eksekusi.Mati.Jokowi.Instruksikan.Jaksa.Agung.Perhatikan.Permintaan.Australia
). Ini secara eksplisit menyampaikan status ekskusi tak menentu.
Akankah Presiden kita menyerah karena rahasia akan
terbongkar? Akankah ada happy ending pada pemberantasan narkoba di bumi
pertiwi? Sungguh menjadi drama yang panjang dan melelahkan untuk ditonton.
No comments:
Post a Comment